Rabu, 26 November 2008

Menelaah Islam Dalam Pandangan Subtantif

Sebuah kenyataan yang menyedihkan bagi umat muslim beberapa tahun ini sering terjadi. Adanya kelompok islam yang menyerang atau menyalahkan kelompok islam lain, dengan berbagai tindakan, mulai dari cacian, hinaan, bahkan dengan kekerasan fisik. Disampig itu marak pula bermunculan ajaran-ajaran agama islam dalam bentuk sekte-sekte yang ekslusif dan cenderung bersifat protes terhadap ajaran agama islam. 
Kenyataan-kenyataan tersebut, apapun bentuknya semestinya membuat kita merasa terdorong sebagai umat islam untuk mencari akar permasalahannya dan menyelesaikannya. Bukannya dengan memperkeruh keadaan dengan saling menuding dengan pelabelan ajaran sesat.  
Tulisan ini hadir sebagai sebuah tinjauan kritis atas perilaku sebagaian umat islam yang merasa dirinya benar dan menyalahkan semua ajaran islam lain yang sebenarnya juga islam. Karena menurut saya, apapun bentuknya selama ajaran islam itu tidak menyimpang dari ajaran Alquran dan Hadist, bukanlah sesuatu yang sesat. 
Dengan tulisan ini juga saya ingin mengajak umat islam untuk saling bersatu padu agar tidak mudah dipecah oleh kekuatan-kekuatan luar yang memang sengaja mencari celah untuk menistakan ajaran islam dan mengkafirkan orang islam.
Islam dan Kontekstualisasinya.
Sebenarnya, ketika semua orang mampu untuk bersikap subtantif dan mampu membedakan ajaran yang sifatnya subtantif dan ajaran yang sifatnya instrumental, maka niscaya tidak ada pertentangan dikalangan umat islam. Sejarah ketika nabi Muhamad SAW masih hidup, mengajarkan bahwa hanya ada satu ajaran islam, yaitu ajaran islam yang subtantif sebagai rahmatan lil alamin (Rahnat untuk segenap alam, bukan sebagian). Sebagai rahmatan lil alamin, islam bukan saja hanya akan membawa kebaikan bagi umat islam tetapi juga kebaikan bagi umat-umat lain yang ada didunia ini. Ajaran inilah yang selalu ditekankan oleh nabi muhamad SAW. Sehingga ketika berhasil menduduki mekkah, nabi Muhammad SAW tidak mencederai siapapun dari orang-orang kafir.
Perkembangan islam selanjutnya, ketika islam mulai mengalami perkembangan, maka mulailah islam menyebar dimana-mana dan berbagai umat dari penjuru dunia datang ketanah Mekkah untuk belajar dan memperdalam pengetahuannya terhadap agama islam. Mereka-mereka inilah yang kemudian menjadi penyebar agama islam keberbagai penjuru dunia. 
Sebagai sebuah ajaran baru, islam tidak bisa diterima secara langsung oleh penduduk dunia pada saat itu. Maka kemudian para penyebar agama islam mulai melakukan strategi syiar islam dengan memasukkan unsur-unsur lokal yang dianggap tidak bertentangan dengan ajaran islam. Hal ini dilakukan tentu saja untuk mempermudah pemahaman masyarakat terhadap islam. Hal inilah yang kemudian memunculkan perbedaan tradisi atau ritual tertentu pada setiap komunitas muslim diberbagai belahan dunia. Tradisi umat muslim di Indonesia tentu saja akan megalami perbedaan dengan berbagai ajaran yang ada dibelahan bum lain, termasuk di arab sendiri. Hal ini karena ajaran tersebut telah dikontekstualisasikan dengan kondisi lokal sehingga orang-orang mudah memahami dan mendalaminya.
Pada perkembangan lebih lanjut, mulailah mucul berbagai lembaga-lembaga islam seagai sebuah wadah yang bisa menampung dan mewadahi umat islam. Lembaga-lembagai ini kebanyakan bersifat lokal. Hal ini dikarenakan biasanya lembaga ini lahir dari pertemuan-pertemuan dimesjid atau surau. Ketika terlembagakan, mulailah ajaran islam mengalami berbagai bentuk transformasi atau dengan kata yang lebih halus pergeseran. Hal ini, karena mulailah dimasukkan kepentingan dalam ajaran-ajaran agama. Baik itu kepentingan kelompok ataupun kepentingan individu. Ketika sebuah lembaga semakin besar, maka disinilah muncul potensi dimana ajaran islam kemudian hanya menjadi bingkai kepentingan sekelompok elit atau golongan yang menguasai jalannya sebuah lembaga islam.
Dari sini lahirlah doktrin-doktrin yang berkedok islam untuk menciptakan sebuah suprastruktur untuk mendukung kekuasaan seseorang dalam lembaga islam. Mungkin bagi beberapa masyarakat akan sangat mengenal beberapa peraturan atau doktrin aturan untuk menghormati kiai, memberikan kekuassaan tertinggi bagi kiai dan tidak diperkenankan mempertanyakan motif tindakan dari seorang kiai. Bahkan pada kondisi-kondisi ekstrim, seorang kiai bisa saja menjadi raja kecil atau bahkan lebih parah menjadi tuhan kecil dikalangan para pengikutnya. Mungkin kita pernah mendengar ajaran islam yang mengajarkan untuk berdoa kepada tuhan melaui perantara kiai, ataupun beberapa jaran islam lainnya yang menurut saya nyeleneh. 
Dibeberapa tempat utamanya daerah-daerah yang rawan pertikaian diberbagai belahan dunia, islam juga terkontekstualisasikan dan menjadi sebuah ajaran atau doktrin yang membenarkan untuk membunuh atau menyakiti sesama umat islam ataupun umat lain. Kondisi ini kemudian banyak melahirkan berbagai kelompok-kelompok islam garis keras atau yang lebih kita kenal dengan radical fundamentalist. Benar atau tidaknya ajaran-ajaran islam tersebut, tetap saja mereka menggunakan nama islam untuk melabeli ajaran mereka. Dan kitapun wajib memberikan apresiasi bagi mereka, karena sebenarnya memang kita adalah umat yang sama.
Melanjutkan pembahasan mengenai kontekstualisasi islam, maka ketika terlembagakan, maka mau tidak mau ataupun disadari atau tidak disadari maka umat muslim dalam kelompok tersebut telah menciptakan sebuah bentuk eksklusifitas. Baik tehadap ajaran agama lain maupun terhadap ajaran agama islam lain diluar kelompok mereka. Sebagai implikasinya maka akan terlahirkan sebuah bentuk perasaan arogansi, yang lama kelamaan akan semakin kuat. Hal inilah yang lama kelamaan mengkristal dan tanpa disadari atau diketahui oleh pengikut atau pewaris ajaran selanjutnya diterima sebagai sebuah paket yang menyertai ajaran agama islam. Maka lama kelamaan, akan terjadilah reifikasi dalam ajaran islam. Dimana pegikut ajaran-ajaran agama islam tidak mampu lagi membedakan mana ajaran yang subtantif dan mana ajaran yang bersifat instrumental yang lahir dari konteks. Dan pada perkembangan selanjutnya, ajaran islam hanya bersifat simbolis dan tidak lagi mengandung nilai-nilai religius. Agama islam menjelma menjadi pakaian dunia. Ibadah hanya menjadi sekedar prestise bukan lagi sebuah hubungan antara manusia dengan tuhannya. Bahkan pada kondisi yang lebih parah islam hanya menjadi sebuah jubah pelindung bagi para penjahat tidak bermoral. Contohnya banyak pemimpin partai yang mempertunjukkan ibadahnya hanya untuk meraih simpati dari umat muslim, dan hal ini juga banyak terjadi di Indonesia.
Dari sini, saya ingin mengatakan bahwa agama islam yang kita kenal sekarang, umumnya sudah bukan ajaran islam yang murni lagi. Tetapi lebih banyak disusupi oleh berbagai kepentingan. Baik itu kepentingan kelompok maupun perorangan. Maka seharusnyalah kita jeli dalam melihat ajaran agama, sehingga kita bisa terhindar dari jebakan pintu neraka yang bertuliskan islam. Saat ini saya ingin mengajak saudara-saudaraku umat islam untuk bukan saja menjadi umat islam yang hanya mengikuti dogma yang diserukan oleh para penguasa. Marilah kita kembali meperlajari islam secara subtantif dengan kembali memperlajari Alquran dan hadist. Sehingga kita tidak sesat oleh islam kontekstual seperti yang saya bahasakan tadi.
Akhir dari tulisan ini, saya ingin meminta saudara-saudaraku umat muslim untuk tidak merasa benar sendiri dan tidak menyalahkan umat islam yang lain. Disini saya mengutip kalimat Allah SWT untuk mengingatkan kita semua agar tidak sombong dengan apa yang kita miliki; “ janganlah kamu memperolok-olok suatu kaum, karena mereka mungkin saja lebih baik dari pada kamu.”Qs…..ayat…… Kita adalah umat muslim, dan belajar agama islam, maka tidak seharusnya kita saling membedakan satu sama lain. Karena dihadapan Allah SWT, semua mahluk adalah sama.



Tidak ada komentar: