Sabtu, 08 November 2008

Partai politik; Defenisi dan Fungsi

Berbeda dengan demokrasi langsung yang dipraktekkan di masa Yunani kuno, demokrasi modern sebagai sebagai demokrasi tidak langsung membutuhkan media penyampaian pesan politik kepada negara (pemerintah). Partai politik sebagai institusi yang keberadaan dan perannya diatur dalam konstitusi modern, menjadi media dalam proses penyampaian pesan politik yang berupa aspirasi masyarakat kepada negara.
Dalam perkembangan selanjutnya, partai politik berkembang sebagai institusi yang memegang peranan penting dalam pelaksanaan demokrasi modern. Dimana demokrasi modern mengandaikan sebuah sistem yang disebut keterwakilan (representativeness), baik keterwakilan dalam lembaga formal kenegaraan seperti parlemen (DPR/DPRP) maupun keterwakilan aspirasi masyarakat dalam institusi kepartaian.
Melihat peran vital yang dijalankan oleh partai politik dalam demokrasi modern, partai politik pun kemudian berkembang menjadi salah satu kajian utama dalam literatur ilmu politik. Partai politik menjadi sebuah fenomena politik yang menarik bagi para ahli untuk dikaji dan diteliti.
Salah satu ilmuwan yang paling pertama melakukan kajian terhadap partai politik adalah Emund Burke[1], beliau adalah seorang ilmuwan politik dan salah seorang anggota parlemen Inggris pada abad ke delapan belas. Burke mengemukakan defenisinya tentang partai politik pada tahun 1771 bahwa;
“Party is a body of men united, for promoting by their joint endeavour the national interest, upon some particular principle in wich they all agreed”

Defenisi yang dikemukakan burke diatas adalah merupakan sebuah pandangan normatif terhadap partai, dimana partai digambarkan sebagai sebuah institusi dimana sekelompok orang bersatu dan bersama-sama memperjuangkan kepentingan mereka untuk dijadikan sebuah kebijakan nasional, yang terikat oleh prinsip-prinsip yang mereka sepakati bersama (ideologi). Pandangan Burke tentang partai politik, ini banyak ditentang oleh para ahli, dimana partai dalam pandangan Burke merupakan sebuah idealitas yang tidak cocok dengan realitas partai yang terjadi di lapangan. Disamping itu, pendapat yang dikemukakan oleh Burke tentang partai politik terlalu luas dan tidak bisa digunakan untuk membedakan partai dengan faksi[2].
Defenisi yang lebih inklusif kemudian di kemukakan oleh Leon D. Epstein dalam menggambarkan realitas partai politik yang terjadi pada demokrasi di Amerika dan dan Eropa.
“ Political parties is any group, however loosely organized, seeking to elect govermental officeholder under a given label”[3].

Defenisi yang dikemukakan oleh Epstein ini memberikan gambaran bahwa partai politik merupakan sebuah organisasi atau kelompok, yang berusaha untuk memperoleh kekuasaan dalam pemerintahan dengan berkontestasi dalam pemilu dan dipilih oleh masyarakat berdasarkan lambang atau tanda gambar mereka yang ada dalam kertas suara (Ballot). Defenisi ini, memang lebih bisa digunakan untuk menggambarkan realias partai, dimana defenisi ini menekankan aspek-aspek pragmatis dari sebuah partai politik, dan tidak menekankan pada ideologi, karena mengacu pada realitas kepartai di Amerika dan Eropa yang tidak lagi terikat dengan eksklusifitas ideologi dalam pengelolaan partai.
Dalam perkembangan literatur partai politik selanjutnya, para pemikir ekonomi juga mencoba memberikan defenisi ilmu politik berdasarkan pandangan dan perspektif keilmuan yang mereka anut. Anthony downs[4], salah satu pemikir ekonomi yang mencoba memberikan defenisi tentang partai politik dengan mengemukakan konsep rational Voters. Dimana dalam defenisinya, Downs tidak setuju dengan pandangan yang melihat partai sebagai kelompok yang hanya ditujukan untuk mengejar jabatan, lebih jauh, dia melihat partai politik sebagi sebuah koalisi dari sekelompok orang yang berusaha mengontrol aparatus yang memerintah dengan alat-alat yang legal. Downs percaya bahwa partai-parti politik yang ada, hanya berhasrat untuk mengusahakan dan mengotrol kekuasan birokrasi. dia lebih lanjut mengemukakan defenisinya sebagai berikut;
” By Coalitions, we mean a group of individuals who have certain ends in common and cooperate with other to achieve them . By governing apparatus, we mean the physical, legal, and institutional equipment which the government uses to carry out its specialized role in the division of labor. By legal means, we mean either duly constituted elections or legitimate influence”

Menurut defenisi yang dikemukakan Downs, partai pada dasarnya sebuah kelompok elit yang berusaha untuk masuk kedalam pemerintahan. Para pemilih, bisa dibandingkan dengan konsumen yang merespon kepada kebijakan publik yang ditawarkan oleh para pemburu jabatan ini. Para pemilih merupakan individu yang rasional yang selalu melakukan evaluasi terhadap alternatif pilihan yang dihadapkan pada mereka.
Defenisi yang dikemukakan oleh Anthony Downs juga banyak mendapat kritik dari berbagai kalangan, pandangan lainnya melihat bahwa pemilih dalam menentukan pilihannya tidak selamanya bisa bersifat rasional[5]. Hal ini disebabkan karena ada kondisi tertentu dimana individu dihadapkan pada sebuah kondisi yang tidak memungkinnya untuk bertindak secara rasional, antara lain contohnya ketika individu berada dalam tekanan atau pada saat dihadapkan pada pilihan tunggal.
Defenisi Partai Politik yang lain dikemukakan oleh Giovanni Sartori. Dimana dalam defenisinya, Sartori menggambarkan parta politik sebagai kelompok politik yang di identifikasi dengan lambang yang digunakan dalam pemillihan umum, dan mampu menempatkan kandidatnya dalam pemilihan umum untuk memperebutkan jabatan publik[6]. Apa yang dikemukakan oleh Sartori, menegaskan bahwa partai politik identik dengan lambang yang mereka gunakan dalam pemilihan umum. Mereka bersaing untuk mencalonkan kandidat-kandidatnya dalam pemilu sehingga bisa memenangkan persaingan untuk memperoleh kedudukan dalam jabatan publik. Semakin banyak kandidat mereka yang terjaring dalam pemilihan Umum dan berhasil menduduki jabatan publik, maka makin besar peluang partai politik untuk mengendalikan jalannya pemerintahan. Hal ini juga memungkinkan partai politik untuk mengangkat kepentingan mereka atau aspirasi masyarakat yang mereka wakili kedalam pemerintahan, untuk dirumuskan sebagai kebijakan.
Defenisi partai politik yang berbeda dikemukakan oleh Frank J. Surouf. Dalam pandangannya, Surouf tidak terlalu menekankan pada aspek hakekat atau tujuan partai politik, tetapi lebih menekankan pada aspek organisasi dari partai politik. Dalam uraiannya Surouf menggambarkan partai politik sebagai raksasa politik berkepala tiga (Three-headed political giant)[7]. Surouf menggambarkan organisasi partai politik sebagai sebuah struktur sosial, dimana dalam tiap struktur kepartaian menjalankan fungsi, peran, tanggung jawab dan corak aktivitas yang beragam dalam sistem politik, serta saling berhubungan antara satu struktur dengan struktur yang lain. Ketiga struktur tersebut antara lain; Partai dikantor pusat (Party in the central office), Partai dalam pemerintahan (Party in the goverment) dan partai pada akar rumput (Party in the Electorate).
Party in the office menggambarkan organisasi formal partai politik, yang terdiri dari pemimpin partai, aktivis partai, dan anggotanya. Orang-orang berada dalam struktur ini, membuat dan memutuskan strategi yang digunakan dalam mempertahankan dan mengembangkan eksistensi partai. Mereka bekerja melalui komite, kaukus, konfrensi dan konvensi dan mereka dikontrol oleh hukum negara dan peraturan yang berlaku di dalam partai.
Party in the government, merujuk kepada orang-orang partai yang berhasil menduduki jabatan publik, seperti presiden, gubernur, bupati atau anggota dewan yang berada diparlemen nasional maupun daerah. Orang-orang yang memegang jabatan ini berperan sebagai perpanjangan tangan partai dalam pemerintahan, dan bertugas untuk memperjuangkan kepentingan partai mereka dalam pemerintahan untuk dimasukkan dalam kebijakan pemerintah.
Party in the electorate, merupakan struktur yang paling susah untuk digambarkan, terdiri dari orang-orang yang memiliki derajat loyalitas yang beragam terhadap partai, yang memilih untuk partai tersebut pada saat pemilihan umum tetapi tdak menjalankan sebuah kegiatan yang aktif dalam partai politik, selain pada saat pemilihan umum berlangsung. Orang-orang dalam struktur ini adalah klien atau simpatisan dari partai, dan mereka hanya bertanggung jawab untuk memberikan suara mereka kepada partai politik dalam pemilu. Meskipun perannya tidak terlalu besar, tetapi pada struktur inilah partai politik menggantungkan harapan mereka untuk memperoleh jabatan dan menguasai pemerintahan. Mereka menentukan berhasil atau tidaknya sebuah partai untuk memenangkan sebuah posisi atau jabatan dalam pemerintahan.
Ketiga struktur partai yang dikemukakan oleh Surouf, yaitu party in the office, party in the government, dan party in the electorate, meskipun terpisah secara struktur namun ketiga struktur ini saling bersinergi membentuk sebuah organisasi partai politik yang kuat. ketiga struktur ini saling melengkapi satu sama lain dalam menjalankan peran partai untuk mencapai tujuan bersama.
Selanjutnya untuk memberikan gambaran yang lebih jelas tentang perbedaaan partai politik dengan institusi politik lainnya, Surouf mengemukakan beberapa karakteristik yang membedakan partai politik dengan institusi politik lainya[8]. Setidaknya ada 5 poin yang dikemukakan oleh Surouf dalam menggambarkan karakteristik partai politik. Antara lain; (1) Komitmen pada aktivitas dalam pemilu, (2) Mobilisasi pendukung, (3)ketaatan pada jalur politik, (4) daya tahan, dan (5)simbol politik.
Komitment pada aktivitas dalam pemilu, adalah karakteristik yang paling membedakan partai politik dengan institusi politik lainnya. Dimana diantara institusi-institusi politik lainnya, hanya partai politik yang berhak untuk ikut bersaing dalam pemilu dan mencalonkankan kandidatnya dalam pemilu. Mobilisasi Pendukung; Partai dalam menjalankan komitmennya untuk berkontestasi dalam pemilu, tergantung pada kemampuannya untuk mempengaruhi dan memobilisasi massa pendukung. Semakin besar pendukung yang mampu mereka mobilisasi dalam pemilihan umum untuk memberikan suaranya, maka semakin besar pula kesempatan mereka dalam memenangkan pemilihan umum.
Ketaatan pada jalur politik; karakteristik lain yang menonjol dari partai politik adalah partai politik memberikan komitment secara penuh terhadap aktivitas politik. Mereka bekerja semata-mata hanya sebagai organisasi politik, semata-mata sebagai instrumen dari kegiatan politik. Daya tahan: partai politik juga ditandai dengan kemapuan mereka bertahan sebagai sebuah organisasi politik dan mempertahankan eksistensi mereka dalam sistem politik. Hal ini dimungkinkan karena organisasi partai politik sendiri diarahkan untuk menciptakan sebuah hubungan jangka panjang, dengan tujuan jangka panjang dan berkelanjutan. Berbeda dengan pressure group atau kelompok kepentingan yang biasanya diarahkan untuk sebuah tujuan jangka pendek.
Symbol politik; Partai politik berbeda dengan institusi politik lainnya, karena mereka beroperasi dibawah sebuah simbol yang menyaukan orang-orang dalam partai politik. Simbol ini biasanya dilambangkan dengan tanda gambar sebagai peserta pemilu. Keberadaan simbol dalam partai politik tida bisa diremehkan begitu saja perannya, karena simbol inilah yang membedakan partai politik dengan partai politik lainnya dalam pemilu (khususnya dalam kertas suara) dan merupakan objek loyalitas dari pendukung partai untuk menyalurkan dukungannya. Partai politik, juga sering disimbolkan lambang eksistensi dari sebuah kelompok masyarakat tertentu ataupun sebagai lambang kekuatan politik[9]. Selain karakteristik partai politik yang membedakan dengan institusi lainnya, hal yang juga bisa dilihat untuk membedakan partai politik dengan institusi politik lainnya adalah dengan melihat fungsi yang dijalankan oleh partai politik dalam sistem politik.
Para teoritisi demokrasi telah lama memperdebatkan keragaman peran dan fungsi dari partai politik. Kebanyakan para pemikir dan teoritisi liberal melihat partai politik sebagai sebuah esensi dari kehidupan demokrasi representatif[10]. Partai politik, melakukan beragam fungsi yang luas, seperti;menjadi perantara antara warga negara dan masyarakat, menominasikan kandidat, bersaing dalam pemilihan umum dan menyalurkan suara, mengatur jalannya pemerintahan, menyediakan akuntabilitas publik, dan manajemen konflik[11].
Fungsi partai sebagai perantara yang menghubungkan antara negara dan warga negara, merupakan fungsi yang fundamental dari partai politik dalam sebuah masyarakat atau negara yang demokatis. Mereka (partai politik) merupakan mekanisme perantara yang menghubungkan warga negara dengan pemerintah. Fungsi partai politik, adalah sebagai institusi yang membawa berbagai element publik yang berbeda-beda, secara bersama-sama menetapkan tujuan, dan bekerja secara kolektif untuk mengangkat tujuan tesebut agar bisa mempengaruhi kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah.
Partai terlibat dalam usaha untuk mengagregasikan kepentingan masyarakat, merangkum berbagai tuntutan yang berbeda, bersaing dalam pemilu, dan berusaha untuk mengorganisir pemerintahan. Selain sebagai perantara yang menghubungkan antara masyarakat dan pemerintah, partai politik juga berperan untuk menominasikan kandidat, dimana dalam proses pemilihan umum, partai politik berperan dalam menentukan siapa nama yang akan dimunculkan dalam kertas pemilu. Dalam proses penetuan atau pencalonan kandidat ini, partai politik harus mengetahi, siapa diantara nama-nama yang ada yang paling di inginkan oleh pemilih. Proses pencalonan akan mengatur susunan pilihan untuk pemilih dan membatasi siapa yang pantas dipilih untuk untuk menduduki jabatan publik. Proses nominasi kandidat dalam partai politik sangat krusial, seperti yang dikemukakan oleh Scattschneider;
Unless the party makes authoritative and effective nominations, it cannot stay in bussines.....The nature of the nominating procedure determinies the nature of party, he who can make nominations is the owner of party.[12]
Kandidat yang dicalonkan partai partai politik dalam pemilu, secara dramatis bisa mempengaruhi prospek sebuah partai politik dalam pemilihan umum. Kandidat yang dinominasikan oleh partai politik, juga menentukan dalam bentuk dan kualitas pemerintahan yang dihasilkan dalam pemilihan umum, karena nantinya orang-orang yang dicalonkan oleh partailah yang akan menjalankan roda pemerintahan selama lima tahun kedepan.
Dalam pemilihan umum, partai politik bersaing dan menyalurkan suara, dimana partai politik memobilisasi masyarakat untuk menyalurkan suara atau pihan mereka. Ukuran keberhasilan partai politik dalam menjalankan fungsinya ini bisa dilihat dengan keberhasilannya merangkum berbagai kepentingan yang berbeda, masyarakat yang datang dari berbagai kalangan, dan berbagai keragaman budaya serta perilaku, untuk disatukan persepsinya dan memberikan dukungan pada satu partai tertentu. Dalam menjalankan fungsinya ini, partai politik tentu saja harus bersifat aktif dalam mempengaruhi dan mengakomodasi berbagai kalangan masyarakat dengan berbagai tuntutan untuk disatukan kedalam naungan parta politik.
Setelah berhasil melalui proses pemilihan umum, partai politik akan dihadapkan pada fungsi lainnya, yaitu mengatur jalannya pemerintahan. Dimana, jabatan-jabatan publik yang ada dalam negara yaitu jabtan-jabatan dalam lembaga legislatif dan eksekutif akan diisi oleh orang-orang yang berasal dari partai politik. Biasanya, partai dengan kemenangan mayoritas dalam pemilulah yang akan menguasai struktur dan jalannya pemerintahan. Dalam menjalankan fungsinya ini, partai politik tidak hanya berperan dalam mengelola pemerintahan tetapi juga berperan dalam menentukan kebijakan-kebjakan yang diperuntukkan untuk masyarakat warga negara. Disini partai akan merumuskan kebijakan-kebijakan dengan mengacu kepada tuntutan-tuntan yang bersal dari pendukungnya dan warga negara pada umumnya. Fungsi ini juga tentu sangat penting, karena berhasil atau tidaknya sebuah rezim pemerintahan akan ditentukan oleh kemampuan partai untuk mengatur jalannya pemerintahan.
Selain mengatur jalannya pemerintahan, partai politik juga berfungsi untuk menyediakan akuntabilitas publik. Dalam kehidupan demokrasi, pemerintah memisahkan kekuasan mereka dari masyarakat. Fred I. Grenstein dalam essainya menyarankan sebuah defenisi operasional yang sederhana bahwa “demokrasi sebagai sebuah sistem politik dimana masyarakat memiliki kemampuan untuk mengontrol pemimpin mereka”[13]. Partai politik, memiliki fungsi untuk menyediakan alat bagi pemilih untuk memegang akuntabilitas dari pejabat pemerintah dalam menjalankan pemerintahan. Hal ini sangat berguna bagi masyarakat utamanya dalam usaha untuk membuat para pempin negara mendengarkan dan menjalnkan apa yang menjadi tuntutan warga negara. Disini partai berperan sebagai kontributor kepada masyarakat untuk mengntrol pemerintah, karena partai politik harus tetap menjaga hubungan dengan kostituennya dan pada saat yang bersamaan juga bisa merebut simpati dari dari masyarakat luas sehingga bisa terpilih kembali dalam pemilihan umum selanjutnya.
Partai politik, memberikan tawaran bagi para pemilih untuk memilih kandidat partai yang mereka sukai, yaitu partai yang menawarkan platform yang sesuai dengan tuntutan mereka. Karena semua pejabat publik dipilih dari pemilihan umum dan dicalonkan oleh partai, maka para pejabat publik yang ada dalam pemerintahan memiliki tanggung jawab moral bagi pendukungnya untuk mengangkat tuntutan mereka. Disisi lain, masyarakat juga bisa menekan partai untuk memberikan teguran atau melakukan recall kepada pejabat publik yang dianggap bermasalah dan tidak mewakili aspirasi para pendukungnya. Meskipun dalam pelaksanaannya, masyarakat sering tidak dapat mengontrol langsung jalannya pemerintahan, tetapi secara tidak langsung telah diberikan kesempatan untuk menetukan komposisi pemerintahan berdasarkan piihan mereka dalam pemilihan umum.
Fungsi terakhir dari partai politik adalah sebagai sarana manajemen konflik. Dimana dalam sebuah negara, banyak kepentingan yang saling bersaing dan bisa mengakibatkan timbulnya sebuah konflik. Partai politik menjadi sebuah sarana manajemen konflik, dimana kepentingan yang saling bersaing tersebut dirangkum oleh partai politik untuk kemudian diajukan sebagai sebuah kebijakan yang akan dihasilkan pemerintah. Partai politik menyediakan saluran-saluran representatif bagi kepentingan-kepentingan yang berbeda, sehingga kepentingan-kepentingan yang saling bersaing tersebut tidak berkembang menjadi konflk kepentingan yang bisa berakibat fatal dan mengganggu jalannya proses pemerintahan.
[1] Lihat Bibby (1992) “ Politics, Parties and Election In America” hlm 4
[2] “When Burke says party, he mean faction…….” Pendefeniasian Partai politik yang ambigu oleh Burke, mendapat kritikan yang cukup keras dari Sartori yang menganggap bahwa apa yang dkemukakan oleh Burke tidak jelas dan tidak bisa digunakan untuk membedakan Faksi dengan partai. Lihat Sartori. Opcit. Hlm10
[3] Bibby, Opcit. hlm 5
[4] Lihat Huckshorn 1984 “ Political Parties in America”. Hlm 8-9
[5] Huckson 1989. Ibid. Hlm 9
[6] ….“ Any political group identified by a given label that present at election, and its capable of placing trough election candidates for public office” lihat Sartori. Opcit. hlm 10
[7] Lihat Frank J. Surouf, 1980 “Party Politics In America” hal 9-13
[8] Lihat Surouf. Ibid. hlm 18-20
[9] Contohnya; PKB adalah symbol kekuatan politik dari masyarakat NU atau PAN sebagai symbol kekuatan politik dari masyaryakat muhammadiyah..
[10] seperti yangdi klaim dalam tulisan Scattschneider “modern democracy in mass societies is unworkable without prties”. Lihat Bibby. 1992. Opcit. Hal 10.
[11] Bibby.1992. Ibid, hlm 7-13
[12] lihat Bibby 1992, ibid. hlm 8
[13] Lihat Bibby. Ibid. hlm12

Tidak ada komentar: